Home Berita Adam Mirza: Millah Abraham Sistem Universal

Adam Mirza: Millah Abraham Sistem Universal

6 min read
0
3
1,138
Konferensi Pers Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan: “UU Penodaan Agama, Perlindungan atau Kriminalisasi? ” via Zoom Webinar yang diselenggarakan oleh CRCS, ICRS, APHR, YLBHI, Komnas HAM, HRWG, SEPAHAM Indonesia, dan SEAFORB Network

(SwarnaInstitute.org). “Hendaklah tiap diri tunduk pada pemerintah diatasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah”. Begitu kutipan Al Kitab Roma Pasal 13 ayat 1 yang disampaikan Adam Mirza, salah satu pengikut Millah Abraham dalam “Conference Pers Blesphemy Law: Protection or Criminalization?”. Bagi Adam, tunduk patuh terhadap aturan pemerintah merupakan bagian dari keyakinannya yang diajarkan dalam kitab suci. “karena setiap pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah”, lanjutnya.

Pasca dijerat pasal Penodaan Agama 156 a KUHP dan dibatasi oleh SKB 3 Menteri no. 93 tahun 2016, Millah Abraham tak sedikitpun melawan pemegang kuasa yang pada hakikatnya berasal dari Allah. Cara bersikap kepada pemerintah oleh penganut Millah Abraham dibuktikan secara fundamental sesuai ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab suci baik Taurat, Injil, dan Al Qur’an sebagai konsep dasar harmonisasi antar umat manusia kepada Sang Pencipta Alam Semesta (habluminallah). Maka Adam menegaskan, bahwa kehadiran Millah Abraham bukan mengusung identitas agama tertentu, melainkan mengusung sistem keteraturan hidup bermasyarakat (habluminannas), agar terwujudnya kehidupan masyarakat yang harmonis, damai, sejahtera, dan rahmatan lil alamin.

Sudah semestinya setiap diri bukan saja bagi Adam, sebagai penganut Millah Abraham tidak menggunakan referensi lain, selain kitab suci yang diturunkan sebagai petunjuk dari Allah kepada setiap manusia. Literasi yang terdapat didalamnya memang perlu sebuah pembuktian dan tentunya untuk mengetahui hal tersebut perlu melihat peradaban yang pernah berjaya di masa para nabi dan rasul. Tegasnya, Millah Abraham bukanlah suatu agama baru ataupun ajaran yang telah usang sebagaimana stigma yang melekat bahwasanya ajaran tersebut tidak berlaku diterapkan di dalam kehidupan saat ini apalagi dengan ragam golongan umat manusia yang selalu berpotensi timbulnya perpecahan dikarenakan anggapan kebenaran dan kebanggaan atas golongan masing-masing.

“kami tidak bermaksud membuat agama baru, kami bukan berniat memecah belah untuk menjadi beberapa golongan”, tutur Adam.

Sebagai ajaran universal, Millah Abraham bukan gerakan keagamaan baru yang memaksa para pengikutnya pindah agama. Sekalipun konsep Millah Abraham berdasarkan kitab suci, namun hal tersebut berlepas diri dari tata ritualisme masing-masing agama yang diatur secara pribadi/individu. Meski begitu, paradigma yang hadir dalam pemikiran masyarakat menganggap ajaran Millah Abraham berupa singkretisme yang mencampuradukan berbagai ajaran, Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Bagi Adam, menjadikan kitab-kitab suci sebagai konsep dasar tatanan kehidupan bermasyarakat artinya menggunakan hukum Sang Pencipa Alam Semesta dan mengembalikan pokok ajaran-Nya sebagai solusi untuk bersatu dalam mencapai keadilan, kedamaian dan kesejahteraan.

“Bukan dengan mencampuradukan ideologi, melainkan kembali kepada pokok ajaran Tuhan Yang Maha Esa, karena Tuhan tidak pernah merubah hukum-Nya dan menurunkan agama, manusia lah yang membuat golongan-golongan itu sendiri. Maka kembali ke pokok ajaran tidak sama dengan mencampur ajaran” ujar Adam.

Adam juga menanggapi bahwa UU Penodaan Agama tidaklah dapat menyelesaikan krisis multidimensi dalam konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan. Selain dianggap bias, UU Penodaan Agama seringkali dianggap alternatif untuk menekan kelompok tertentu (minoritas) lainnya yang tidak sesuai dengan kepentingan kaum mayoritas. Padahal akar permasalahan justru pada ideologi dan pokok ajaran Tuhan Semesta Alam yang berakar pada kitab-kitab suci baik secara kauniyah (tersirat) dan kauliyah (tersurat) sebagaimana yang dialegoriskan pada pohon beringin.

“UU negara yang berlaku saat ini juga tidak bisa begitu saja diwarnai atau dicampur oleh pokok ajaran Tuhan tadi, karena permasalahannya ada di tatanan akar ideologi dan akar ini tidak bisa dirubah. Pohon beringin yang sudah berdiri selama 75 tahun ini pasti akan tumbang pada waktunya secara alamiah, karena tidak ada sesuatu yang abadi. Maka pokok ajaran Tuhan itulah satu-satunya solusi yang akan mengeluarkan manusia dari kegelapan dunia saat ini ke zaman yang terang benderang.”

Penulis : Fauziah Rivanda

Load More Related Articles
Load More By swarna
Load More In Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also

Bupati Sumedang Melantik Penilik PAUD dan 154 Kepsek SD/SMP

Pengangkatan Sumpah dari para guru kepada Bupati Sumedang, Dony Ahmad Munir Swarna Institu…